Defa Malta. Anak kelas D yang suka ikut beberapa mata kuliah
di kelasku. Kulitnya putih Asia dan bersih padahal sejak kecil dia tinggal di
Denpasar yang terkenal dengan panasnya sehingga banyak dikunjungi turis untuk
berjemur. Wajahnya cukup tampan dan cukup mampu membuat jantungku berdegub saat
dia tersenyum sambil menatap ke arahku.
Mata kuliah hari ini membuat aku dan Defa kembali berada
dalam satu kelas. Sayangnya, alih-alih ngobrol sama Defa, duduk berdekatan aja
kami hampir ga pernah. Defa selalu dikelilingi cewek-cewek cantik dari berbagai
suku. Ini sulit buatku yang baru sekitar satu tahun tinggal di pulau Jawa. Aku berasal
dari pulau Kalimantan, tepatnya Banjarmasin. Aku memilih kuliah di Malang karna
fakultas Psikologi di UMM terkenal bagus. Budaya dan cara bercanda di sini jauh beda
dengan di tempatku. Aku agak kesulitan untuk bersosial. Selain karna jadwal
kuliah semester awal sangat padat, setiap ada libur dikit aku langsung disuruh
Papa pulang ke Banjarmasin. Dalam 2 bulan aku selalu disempatkan pulang ke
Banjarmasin, kadang malah sebulan sekali. Sebenarnya aku ga suka bolak balik
Malang – Banjarmasin kayak gini, capek. Tapi aku harus maklum karna aku anak
pertama, Mama dan Papa belum terbiasa jauh dari aku. Hingga semester 3 aku
masih belum punya banyak teman dan sering ga tau harus ngomong apa kalo lagi
ngumpul sama temen-temen. Aku pengen banget deket sama Defa tapi gimana
caranya?
Semakin hari, harapan buat deket sama Defa semakin hilang. Semester
3 ini sudah jarang ada kelas teori karna kebanyakan praktek lapangan. Aku Cuma bisa
melihat dia dikelilingi cewek-cewek di kampus. Dimanapun Defa berada, dia
bagaikan magnet yang menarik cewek-cewek di sekelilingnya. Termasuk hatiku.
***
“kamu nanti jadi jengukin Rafa ga, Cin?” kata Julia di
telepon.
“Jadi. Kamu jam berapa ke sana?” jawabku.
“aku udah di sini. Kamu buruan ke sini, ya. Aku tunggu.”
Hari ini aku dan Julia berencana menjenguk Rafa yang sedang
opname di Rumah Sakit Unisma. Rumah Sakit Unisma ga terlalu jauh dari kos dan
kampusku jadi aku ke sana naik angkot.
Begitu sampai di Rumah Sakit Unisma, aku langsung menuju
ruang VIP tempat Rafa menginap. Di sana sudah ada ibu Rafa dan Julia. Julia
adalah teman SMA ku, sedangkan Rafa adalah pacarnya Julia. Ibunya Rafa adalah
guru di SMA ku jadi hari ini semacam reunion SMA gitu deh.
“eh, Cindy. Kamu kuliah di sini juga?” sapa bu Hana, Mamanya
Rafa.
“iya, bu. Cindy di UMM juga sama kayak Rafa.”
“Rafa ini loh sudah selalu ibu ingatkan untuk menjaga kesehatan,
tapi ibu selalu aja dicuekin. Masih aja suka keluar malam, ngerokok, makan ga
teratur. Akhirnya sakit, ibu juga kan yang repot ninggalin pekerjaan di
Banjarmasin demi bocah badung satu ini” omel bu Hana.
“ih, Mama gitu ah, anaknya lagi sakit malah diomelin,”
celetuk Rafa.
“biarin aja. Siapa suruh omongan Mama sering ga didengerin? Biar
kapok.”
Aku dan Julia menahan ketawa melihat adegan ibu dan anak
ini. Ga kerasa waktu sudah menunjukan pukul 11.30 am. Aku harus pamit pulang
karna ada kuliah jam 12.15.
“aku pulang dulu ya, Jul. sorry ga bisa nemenin lama-lama. Aku
janji deh pulang kuliah kalo ga ada tugas aku ke sini lagi,”
“ga apa-apa, Cin. Hati-hati di jalan ya,”
Aku pamit dengan Julia, Rafa dan ibunya. Keluar dari rumah
sakit Unisma, aku kembali mencari angkot yang lewat ke arah kampus.
Perjalanan dari rumah sakit ke kampusku berjalan lancer-lancar
aja. Sampai aku sadar kalo handphoneku ga ada di dalam tasku. Aku panik. Ku keluarkan
segala isi tasku. Beneran ga ada. Aku mencoba positif thinking, mungkin
ketinggalan di Rumah Sakit waktu ngobrol sama Julia tadi. Aku berusaha menenangkan
pikiran sambil mengingat-ingat di mana terakhir kali aku pegang handphoneku.
Pulang kuliah, aku langsung buru-buru pergi ke Rumah Sakit
lagi. Begitu masuk ruangan, Julia sudah menyambutku dengan senyumannya yang
dihiasi lesung di kiri dan kanan pipinya.
“Cin, muka kamu kok kayak panik gitu?”
“Jul, kamu liat ada handphoneku ketinggalan di sini ga? Handphone
aku tuh ga ada. Aku udah nyari ke mana-mana tapi ga ada.”
“ga ada, Cin. Coba kamu cari-cari siapa tau keselip,”
Aku dan Julia mencari ke seisi ruangan tapi handphoneku
memang ga ada. Sial, aku baru ingat, sebelum naik angkot tadi aku sempat main
twiter dan naruh handphone di kantong celana. Itu artinya handphone aku hilang
waktu aku berada di dalam angkot entah handphone itu dicopet atau jatuh. Aku lemas.
Akhirnya aku pasrah. Aku meminjam handphone Julia untuk
menelepon Mama. Aku memberitahu mama kejadian hari ini. Sudah dapat ditebak,
omelan mama bahkan lebih panjang dari ayat al-Qur’an Surah Al-Baqarah karna
tahun ini adalah ke 2 kalinya aku menghilangkan handphoneku.
“mama heran sama kamu, baru beberapa bulan lalu handphone
kamu hilang dan hari ini kamu hilangin lagi. Kenapa sih kamu ceroboh banget? Kamu
jangan malu-maluin mama papa kayak gini. Apa kata orang-orang kalo tau anak
mama ceroboh minta ampun kayak gini?”
Kata-kata Mama cukup nampol hati aku. Selama satu bulan aku
ga berani minta handphone baru. Selama itu juga aku ga bisa ngeliatin profile
picture Defa di BBM kayak biasa.
Pada suatu hari, “Mama akan kasih kamu uang untuk beli
handphone baru. Tapi kamu harus janji ga pake acara hilang hilang lagi. awas
aja, mama ga akan beliin kamu gadget lagi,”
Waaaaaaah, aku melihat Mama bersinar bagaikan cahaya illahi
dan alunan musik dari surga mengalun menghiasi hari-hariku siang ini.
Aku berjanji tidak akan ceroboh lagi. aku akan menjadi anak
yang baik. Aku sayang Mama!
***
Hal pertama yang aku lakukan dengan handphone baru ini
adalah, membuka facebook! Yes, dengan membuka facebook aku bisa send massage ke
teman-teman buat minta pin BBM mereka. Termasuk Defa.
“hai, Def. BB aku kemaren hilang. Boleh minta pin kamu lagi
ga?” tanyaku lewat FB.
“HAY CINDY! Aku pikir kamu ngeremove aku loh. Oh, ternyata
BB nya hilang, pantesan ga ada lagi. ini pin aku, buruan di add ya. AB98G7F.”
Begitu friend request aku sudah di accepted sama Defa,
bukannya aku senang. Tapi sedih. Ternyata Defa sudah punya pacar. Sekarang profile
picurenya ga sendiri lagi tapi berdua dengan seorang gadis berjilbab dengan status
love Arini.
Pantes selama ini dia ga pernah gubris perasaanku, ternyata
tipe cewek dia jauh beda banget sama aku. Cewek Defa yang sekarang kurus dan
berjilbab. Sementara aku, jangankan nutup aurat, rambut aja warna coklat
gonjreng dan masih suka clubbing tiap weekend. JAUH BANGET.